Gambar: Mengajar Secara Online dari Sekolah Menggunakan Media ZOOM. Sumber: Dok. Pribadi. |
Belajar Jarak Jauh
Mengajar secara jarak jauh telah menjadi salah satu kegiatan utama banyak pendidik saat ini. Seperti yang sementara berlangsung di berbagai negara, dalam upaya memutus rantai penyebaran COVID-19, sekolah-sekolah di Indonesia, lewat kebijakan pemerintah, telah memilih aktifitas pembelajaran dilaksanakan dari rumah dan secara umum pembelajaran berlangsung online.
Sejumlah lembaga dan organisasi telah menciptakan platform pembelajaran online untuk mendukung pendidikan jarak jauh (PJJ). Selain Quipper School yang telah eksis sebelumnya, hadir pula Ruang Guru, Zenius, KIPIN School, Google Classroom, Microsoft 365, dsbnya. Selain tentunya banyak lahir kreatifitas dari kalangan guru secara independen yang ditujukan untuk mengefektifkan layanan pembelajaran.
Belajar jarak jauh dari rumah, peserta didik dapat mengakses pelajaran melalui video, siaran TV, siaran radio dan berbagai platform digital lainnya. Semua ini adalah upaya yang baik, tetapi kembali ke persoalan klasik, apakah semua peserta didik memiliki sarana untuk menghadiri kelas online dan apakah kualitas pendidikan di lingkungan online bisa berbanding lurus dengan kulaitas pendidikan yang dilaksanakan secara tatap muka langsung di kelas?
Metode pelaksanaan PJJ secara umum dalam dua mode, yaitu belajar online (di dalam jaringan) dan belajar offline (di luar jaringan). Cara ini menjadi opsi untuk tetap memberikan layanan pendidikan kepada peserta didik. Bagaimanapun juga semua peserta didik tetap membutuhkan dukungan pendidikan. Walaupun suasana pembelajaran kesannya kurang maksimal dan kondusif, belajar jarak jauh menjadi cara terbaik. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi lost knowledge pada peserta didik. Terlebih lagi untuk menghindari terjadinya lost generation, seperti yang banyak disampaikan oleh banyak pakar akhir-akhir ini.
Pandangan Orang Tua
Pembelajaran online adalah hal baru, tidak dikenal, dan berbeda untuk siswa, guru, dan orang tua. Ini sangat sulit bagi siswa dengan latar belakang ekonomi yang tidak mendukung. Oleh karena belajar dari rumah, maka banyak orang tua siswa harus menghabiskan sebagian besar waktu kerja mereka untuk membantu anak-anak mereka belajar online, mengerjakan pekerjaan rumah bersama anak-anaknya dan seringkali terlibat menjelaskan materi kepada anak-anaknya.
Hal ini berlaku untuk semua orang tua, baik yang bekerja dari rumah maupun orang tua yang harus bekerja di luar rumah. Permasalahan dihadapi orang tua yang bekerja di luar rumah. Bagaimana meraka dapat membantu anak-anak mereka untuk belajar? Hadirnya pembelajaran online ini, maka mereka perlu mencari lebih banyak waktu, konsentrasi dan fokus untuk mendukung anak-anaknya belajar dan menguasai mata pelajaran yang disajikan guru. Para orang tua yang tidak memiliki keterampilan teknologi informasi dan komunikasi menghadapi masalah yang lebih besar, dan perlu mencari bantuan dari kerabat, teman, kolega, dll. Selain itu, orang tua dan siswa dari kalangan bawah juga menghadapi kesulitan, karena banyak yang tidak memiliki sarana untuk memberi anak mereka komputer, laptop atau smartphone untuk mengikuti kelas online.
Pandangan Siswa
Fakta di lapangan di berbagai tempat, bagi banyak siswa, pembelajaran online hanyalah formalitas dan bukan pengganti nyata untuk pengajaran reguler. Ada guru yang hanya membagikan materi kepada siswa tanpa mengajarkannya. Bahkan ada guru yang hanay mengirimkan soal-soal latihan saja pada setiap jam pelajaran tanpa memberikan penjelasan. Konteks ini terjadi dari jenjang sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. Berbicara tes online terkadang didasarkan pada prinsip, silahkan siswa kerjakan sendiri, kumpulkan hasil pekerjaan lewat grup WhatsApp atau lewat email. Siswa tidak memperoleh pengetahuan yang nyata dan tahan lama. Di sis lain beberapa siswa tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan dunianya oleh karena mereka harus duduk menatap layar smartphone atau laptop di kelas online. Beberapa siswa bahkan tidak memiliki peralatan yang memadai untuk mengikuti pelajaran secara online. Mereka tidak memiliki perangkat elektronik seperti komputer, smartphone, dan kamera. Jumlah perangkat tersebut di setiap rumah siswa seringkali terbatas (satu peralatan digunakan oleh beberapa anak dalam waktu ayng hamper bersamaan) yang bisa sangat merepotkan untuk pertemuan online yang berlangsung secara bersamaan. Selain itu, beberapa guru tidak mempertimbangkan fakta bahwa selama belajar/tes online, siswa dapat kehilangan koneksi internet. Sayangnya, jika ini terjadi, siswa akan dinilai berdasarkan jumlah pertanyaan yang dijawab dan dicatat di sistem sebelum koneksi terputus. Siswa juga menghadapi masalah dalam mengatur waktu mereka sendiri sebagai akibat dari pembelajaran online.
Pandangan Guru
Secara umum di kalangan guru, belajar jarak jauh memiliki target untuk mengajarkan semua isi kurikulum yang sebenarnya tidak demikian jika mengacu pada kurikulum darurat yang belaku saat ini. Target pengajaran masih mengacu pada bagaimana mendapatkan nilai akhir dari setiap siswa dan menyelesaikan tahun ajaran secara formal. Tetapi apakah itu benar-benar perlu bagi siswa? Apakah itu cara yang tepat untuk menghadapi situasi pendidikan di masa pandemi COVID-19 ini?
Dalam konteks ini, beban terbesar ada pada guru. Mereka berada dalam situasi di mana mereka tidak siap dan tanpa dukungan sumber daya yang layak. Kenyataannya sejumlah aturan, rambu-rambu dan pedoman yang diberlakukan oleh pembuat kebijakan tidak cukup untuk menangani situasi belajar jarak jauh secara efektif. Misalnya, walaupun sudah ada aturan kurikulum darurat, namun guru-guru masih berpedoman pada kriteria penilaian yang ada dalam kurikulum sebelum pandemi COVID-19. Di sana sebagin tes dan ujian tidak cocok untuk pembelajaran online/digital. Tidak ada guru yang dapat menilai dengan pasti apakah pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa dibuat secara mandiri atau justru karya orang lain. Opsi memberikan pekerjaan rumah yang berbeda kepada setiap siswa menjadi beban dan kesulitan.
Guru memerlukan persiapan serius untuk memanfaatkan perangkat dan platform belajar online. Tidak semua guru siap untuk situasi baru. Kita semua menyadari bahwa jika kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan, kita perlu menggunakan teknologi digital dengan lebih baik, tetapi kita juga perlu memberikan dukungan dan pelatihan yang sesuai kepada para guru untuk mendukung kualitas pengajaran online dalam lingkup PJJ.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa guru mengalami sendiri dalam pembelajaran online, yakni sebagian besar siswa menghadiri kelas online dan menyelesaikan tuga-tugas mereka, tanpa mengetahui apakah mereka menyelesaikan tugas secara mandiri atau apakah hasil copy paste. Sebagai guru, tentunya kita masih dalam koridor tidak siap.
Menemukan Solusi
Situasi pandemi COVID-19 jelas memengaruhi kehidupan semua orang, dan setiap orang harus bersatu agar dapat mengatasi pandemi ini. Kita tidak boleh membiarkan situasi ini memengaruhi kualitas pendidikan. Masa depan bangsa ada di tangan para generasi muda pembelajar.
Kemendikbud telah menawarkan solusi lewat penerapan kebijakan PJJ yang mengutamakan keselamatan siswa dan guru. Pengembangan media belajar online lewat pemanfaatan berbagai platform belajar digital, hingga rancangan penilaian yang sederhana, yakni pendidikan kecakapan hidup.
Penting pula untuk mendukung pemerintah agar membangun jaringan komunikasi yang menjangkau pelosok. Memberikan bantuan bagi siswa yang tidak memiliki sarana untuk memperoleh peralatan dan keterampilan belajar secara online, misalnya memberikan bantuan tablet yang telah dilaksanakan di berbagai tempat.
Selain itu guru harus menyediakan waktu untuk konsultasi dengan siswa terkait kendala yang mereka alami untuk mengikuti kelas online dan belajar jarak jauh. Merancang masa depan siswa di masa serba terbatas ini harus mempertimbangkan bagaimana perasaan siswa, pandangan mereka, kondisi geografis, kondisi ekonomi dan kebutuhan mereka. Siswa harus memiliki akses ke materi tanpa merasa ada diskriminasi, meraka harus belajar dalam konteks belajar kapan saja dan belajar di mana saja. Mereka tidak boleh dibiarkan merasa tidak berdaya ketika mereka memiliki pertanyaan, meraka memiliki keterbatasan atau ketika mereka dan orang tuanya memiliki keluhan.
Pencapaian siswa hendaknya tidak dinilai semata dengan nilai numerik dalam deretan angka-angka. Sebaiknya mengacu pada penilaian akan kecakapan hidup.
Seiring perkembangan situasi, pendekatan yang lebih terarah pasti diperlukan. Misalnya, melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran online secara berkala untuk menemukan layanan yang idela bagi setiap siswa. Ini harus mempertimbangkan masalah dan solusi yang dihadapi oleh siswa, orang tua dan guru.
Pada akhirnya penting untuk mengaplikasikan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia. Oleh karena hanya dengan bersatu, bersama dan dengan menggabungkan semua sumber daya yang dimiliki akan memberikan hasil terbaik dari keseluruhan pelaksanan pendidikan jarak jauh saat ini.
Yulius Roma PatandeanSMAN 5 Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan
NPA. 20020400134
0 komentar:
Posting Komentar