Hujan membasahi tanah dan semua yang ada di atasnya tiada henti. Tidak lebat, namun berlangsung dari kemarin hingga tadi pagi. Airnya menyegarkan kembali yang layu dan mengobati dahaga yang kekeringan. Hujan bukan hanya membuat basah yang ditimpanya. Hujan memberi keindahan dan kesejukan. Seperti yang nampak di bagian belakang rumah. Kabut tipis menghias pandangan, memberi sentuhan lembut untuk menikmati karya sang Pencipta.
Kadang kala kita menikmati hari tanpa hujan. Ini biasanya terjadi ketika kita banyak tugas di luar rumah. Cuaca cerah mendukung mobilnya. Pikiran terbantu oleh kurangnya hambatan cuaca. Kecuali macet, tidak kenal hujan.
Hujan dirindukan mana kala kondisi terlalu panas. Namun panasnya suasana memandangmu tak perlu dinginnya hujan. Sepanas hati ini saat melihatnya bersama yang lain. Kasihan......
Sekian kalinya hujan sore hari. Inilah yang terbaik suasananya. Cerah memandang ke seberang Buntu Burake. Di ujung sana patung Yesus seolah menyapa kota Makale. Makin memperindah tetesan air hujan yang tak mampu menutupi pandangan. Makin deras hujan, makin indah pandangan. Hijau lambaian daun pisang, melukis indah membelah hamparan padi yang mulai bunting. Padi-padi itu seperti mandi kembang, ceria dan ayu. Mungkinkah mereka berteriak ke saya, "Pak guru, ayo main hujan bersama kami, hujannya adem loh."
Pemandangan ini seolah-olah bukan di kota. Padahal di sekitar saya berderet padat hunian. Terlebih di balik hijaunya bambu di sana, merupakan bagian pusat kota Makale, ibukota Tana Toraja. Saya berharap suasana hijau ini bertahan dari kerakusan manusia membangun pemukiman. Air melimpah, hujan bermakna kala permadani hijau ini terpelihara. Indahnya semesta karya Ilahi.
Hujan sore hari makin sempurna ditemani pisang goreng hangat. Terasa sakit ujung jari, ternyata baru keluar dari minyak goreng panas. Efek kurang sabar kali ya. Sambil menikmati secangkir kopi panas. Kopi Toraja andalan. Wangi aromanya, khas kopi pegunungan Toraja. Hari-hari saya kurang lengkap tanpa kopi. Cinta menemukan jalannya sendiri. Kopi menemukan penikmat setianya. Lalu...... jomblo menikmati takdirnya yang enggan pacaran.....
Nikmatnya sore, indahnya momen hujan, nyamannya hidup di kala senantiasa mengucap syukur. Amin.
Kadang kala kita menikmati hari tanpa hujan. Ini biasanya terjadi ketika kita banyak tugas di luar rumah. Cuaca cerah mendukung mobilnya. Pikiran terbantu oleh kurangnya hambatan cuaca. Kecuali macet, tidak kenal hujan.
Hujan dirindukan mana kala kondisi terlalu panas. Namun panasnya suasana memandangmu tak perlu dinginnya hujan. Sepanas hati ini saat melihatnya bersama yang lain. Kasihan......
Sekian kalinya hujan sore hari. Inilah yang terbaik suasananya. Cerah memandang ke seberang Buntu Burake. Di ujung sana patung Yesus seolah menyapa kota Makale. Makin memperindah tetesan air hujan yang tak mampu menutupi pandangan. Makin deras hujan, makin indah pandangan. Hijau lambaian daun pisang, melukis indah membelah hamparan padi yang mulai bunting. Padi-padi itu seperti mandi kembang, ceria dan ayu. Mungkinkah mereka berteriak ke saya, "Pak guru, ayo main hujan bersama kami, hujannya adem loh."
Pemandangan ini seolah-olah bukan di kota. Padahal di sekitar saya berderet padat hunian. Terlebih di balik hijaunya bambu di sana, merupakan bagian pusat kota Makale, ibukota Tana Toraja. Saya berharap suasana hijau ini bertahan dari kerakusan manusia membangun pemukiman. Air melimpah, hujan bermakna kala permadani hijau ini terpelihara. Indahnya semesta karya Ilahi.
Hujan sore hari makin sempurna ditemani pisang goreng hangat. Terasa sakit ujung jari, ternyata baru keluar dari minyak goreng panas. Efek kurang sabar kali ya. Sambil menikmati secangkir kopi panas. Kopi Toraja andalan. Wangi aromanya, khas kopi pegunungan Toraja. Hari-hari saya kurang lengkap tanpa kopi. Cinta menemukan jalannya sendiri. Kopi menemukan penikmat setianya. Lalu...... jomblo menikmati takdirnya yang enggan pacaran.....
Nikmatnya sore, indahnya momen hujan, nyamannya hidup di kala senantiasa mengucap syukur. Amin.
Pemandangan ini seolah-olah bukan di kota. Padahal di sekitar saya berderet padat hunian. Terlebih di balik hijaunya bambu di sana, merupakan bagian pusat kota Makale, ibukota Tana Toraja. Saya berharap suasana hijau ini bertahan dari kerakusan manusia membangun pemukiman. Air melimpah, hujan bermakna kala permadani hijau ini terpelihara. Indahnya semesta karya Ilahi. super sekali
BalasHapus