Sore ini, 11 Mei 2020, bapak
Budiman Hakim menyajikan materi Story Telling.
Walaupun waktunya agak sorean dikit namun bagi saya justru renyah karena
berlangsung pada suasana santai menikmati angin sepoi-sepoi, sambil menyaksikan
lalu-lalang orang bersama kendaraan bermesin mereka dengan tujuan yang tidak
saya tahu.
Menurut pak Budiman Hakim,
sebenarnya teknik story telling sudah
beliau terbitkan dalam sebuah buku bersampul merah dengan tulisan keemasan
berjudul STORY TELLING.
Nah, story telling itu, apa sih? Arti sederhananya adalah mendongeng. Siapapun
kita pasti pernah didongengkan oleh orang tua, guru kelas, teman-teman, atau
siapapun waktu kecil. Kalupun tidak didongengkan setidak-tidaknya kita pernah
mendengarnya lewat TVRI kala itu, waktu TV masih model HP, Hitam Putih.
Ada pengalaman mengesankan
dari pak Budiman Hakim, begini, pernah suatu hari beliau mengajar di Laku Kopi
Bintaro. Ada salah satu pesertanya yang berusia 70 tahun. Ibu tersebut mengaku
dia sering didongengin. Hebatnya ibu itu masih ingat cerita si Kancil yang
dibacakan orangtuanya waktu ibu itu masih berusia 5 tahun.
“Coba bayangkan!”, lanjut
Budiman Hakim, “Ibu itu usianya 70 tahun dan masih bisa mengingat dongeng yang
dia dengar 65 tahun yang lalu. Ck…ck…ck…
Luar biasa kan?”
Dan ternyata mengingat
dongeng ini tidak hanya terjadi pada ibu itu, tapi dialami oleh banyak sekali
orang di dunia, termasuk saya, dan mungkin saja termasuk bapak/ibu yang membaca
tulisan ini.
Beranjak dari kisah
mendongeng inilah yang membuat para pakar marketing
berpikir, “Kalo iya sebuah cerita mampu menanamkan pesan sedemikian dahsyat,
kenapa cara mendongeng tidak dijadikan saja sekalian sebagai strategi
marketing?”
Hasil telaah pak Budiman
Hakim secara mendalam membuktikan bahwa cara menyampaikan pesan melalui cerita
memang adalah cara yang terbaik. Kenapa? Karena, ternyata, bercerita adalah
juga cara Tuhan dalam menyampaikan pesan pada umatnya. Dan ini bisa kita lihat
dan buktikan dalam semua kitab suci agama apapun. Entah yang Muslim, Nasrani,
Buddha, dstnya, cara Tuhan menyampaikan pesanNya memang dalam bentuk bercerita,
perumpamaan, dsbnya.
Sebuah contoh story telling sederhana terdapat dalam
video singkat berikut ini.
Seekor anjing Beagle
jantan yang membawakan tulang istimewa untuk seekor anjing Maltase betina
pacarnya, namun ketika Beagle itu sampai, dia mendapati pacarnya itu sedang
digauli oleh seekor anjing Pitbull. Menyaksikan itu si Beagle sakit hatinya, tulang
itu pun spontan terjatuh dari mulutnya, menetes air matanya....
Ia pun lari
secepat mungkin bersama kepedihan hatinya. Tak peduli apapun yang ada di
depannya, hingga ia tiba di jalan tol yang begitu ramai yang membuat larinya terhenti.
Pikirannya kacau membayangkan kekasihnya diambil yang lain. Di tengah rasa
frustasinya, si Beagle melompat tinggi sekuat tenaganya untuk menyeberang di
tengah hilir-mudik kendaraan.
Namun apa yang
terjadi, ia terhenti di tengah jalan tol, dan tiba-tiba sebuah mobil
berkecepatan tinggi membunyikan klakson agar si Beagle menghindar. Beagle
terpana tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ia pasrah seketika itu. Ia menutup
matanya tak mampu menghindari mobil itu. Dan.... Mobil itu berhenti tepat di
depan anjing itu tanpa melukainya sedikitpun. BRIDGESTONE. Designed to save lives.
|
Demikianlah video promosi
tentang cengkeraman kuat ban BRIDGESTONE. Melihat video ini, perasaan penonton
dipermainkan, alur ceritanya begitu memikat, hingga di akhir videO muncullah
iklan yang sebenarnya. Jadi, Story telling
bagian strategi menawarkan dan menjual kualitas produk dan jasa.
Dengan kata lain, kita
bisa menarik kesimpulan bahwa story
telling memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Kekuatannya ada pada cerita. Brand atau merek sering muncul belakangan.
- Kalaupun brand muncul di depan kehadirannya menjadi bagian dari cerita itu sehingga tetap tidak terlalu terasa bahwa itu adalah iklan.
- Brand terlihat muncul sekilas tapi sebenarnya kehadirannya kuat.
- Brand diperlakukan secara netral dan tidak sebagai hero.
- Nuansa iklannya hampir gak terasa
- Surprise-nya tinggi, sehingga orang mau menyebarkannya ke mana-mana.
Sebelum lebih jauh membahas
tentang story telling, terlebih
dahulu memetakan dan mempelajari beragam cara berjualan yang sering dilakukan
orang, antara lain:
A. ROUGH SELLING
Cara ini adalah sebuah cara
berjualan dengan cara kasar dan menyakiti hati konsumennya. Misalnya, produk
MLM. Mereka mengundang orang untuk datang ke suatu tempat, namun faktanya cuma memberi
tahu bahwa ada prospek bisnis. Saat kita datang ke rumah orang yang mengajak
ternyata mereka jualan.
Cara ini juga yang terjadi
pada orang yang jualan asuransi. Seringkali sales
girl-nya berjualan dengan cara yang memaksa sehingga kita jadi kesal dan
marah.
Cara berjualan seperti ini
biasanya membuat orang jadi tidak bersimpati pada brand yang kita tawarkan.
B. HARD SELLING
Hard
selling adalah cara berjualan dengan cara berteriak-teriak
seperti tukang obat. Di mana yang diteriakkan biasanya semua tentang kehebatan
dan semua manfaat, benefit yang ada
di brand-nya. Cara berjualan seperti
ini biasanya sulit untuk dipercaya karena janjinya too good to be true.
C. SOFT SELLING
Sebuah cara berjualan
secara halus dengan tone and manner yang elegan. Meskipun caranya
halus, orang tentu saja tau bahwa itu iklan. Cara berjualan seperti ini mungkin
menyenangkan calon konsumen tapi karena tau bahwa itu iklan, mereka sering
enggan untuk nge-share atau berbagi.
Seperti pada iklan ini. Tidak
ada satupun kata-katanya yang jualan. Kata-katanya justru berisi puisi dari
seorang anak untuk bapaknya di Father's Day.
Because I’ve known you all my life
Because a red Rudge bicycle once
made me the happiest boy on the street
Because you let me play cricket on
the lawn
Because you used to dance in the
kitchen with a tea-towel round your waist
Because your cheque book was
always busy on my behalf
Because our house was always full
of book and laughter
Because of countless Saturday
morning you gave up to watch a small boy play rugby
Because you never expected too
much of me or let me get away with too little
Because of all nights you sat
working at your desk while I lay sleeping in my bed
Because you never embarrassed me
by talking about the birds and the bees
Because I know there’s a faded
newspaper clipping in your wallet about my scholarship
Because you always made me polish
the heels of my shoes as brightly as the toes
Because you’ve remembered my
birthday 38 times out of 38
Because you still hug me when we
met
Because you still buy my mother
flowers
Because you’ve more than your fair
share of grey hairs and I know who helped put them there
Because you’re marvelous
grandfather
Because you made my wife feel one
of the family
Because you wanted to go to
McDonalds the last time I bought you lunch
Because you’ve always been there
when I need you
Because you let me make my own
mistakes and never said “I told you”
Because you still pretend you only
need glasses for reading
Because I don’t say thank you as often as I should
Because it’s father’s day.
Because if you don’t deserve
Chivas Regal, who does?
|
Dari mana kita tahu
iklannya? Dimunculkan di puisi lirik terakhir, yakni Chivas Regal, sebuah brand
minuman alkohol legendaris dunia.
D. COVERT SELLING
Covert
Selling adalah cara beriklan dengan cara menyembunyikan brand-nya. Ketika didengarkan atau
ditonton, orang tidak tahu dan tidak merasa bahwa itu iklan. Cara berjualan
seperti ini biasanya tidak disukai oleh Team
Marketing. Mengapa demikian? Karena
mereka merasa apa gunanya bayar mahal-mahal kalau brand-nya disembunyikan?
Mereka tidak tau bahwa covert selling adalah cara yang paling
ampuh untuk mendapatkan share. Orang
merasa tak keberatan nge-share karena
merasa itu bukan iklan. Meraka luwes saja bertukar pikiran dengan sales-nya karena tidak menyadari itu
iklan.
Contoh covert selling bisa
dibacanya di tautan https://www.kompasiana.com/budiman_hakim/551ae0a4a33311be20b65a69/hnp-bisa-disembuhkan-tanpa-operasi?page=all
Nah, selanjutnya story telling ada di mana? Story telling ada di antara soft selling dan covert selling. Jika digambarkan kira-kira seperti ini.
Story
telling ada di irisan antara soft selling dan covert
selling. Diharapkan sebuah story telling, komunikasinya bisa halus
dan elegan seperti soft selling tapi
juga sekaligus mampu mendapatkan share
sebanyak mungkin seperti covert selling.
Contoh story telling dalam teks.
PUYUNGHAY SIALAN
Habis benerin
NOTE-5 di North Bridge PIM, saya mampir ke bakmi GM, kangen sama Puyunghay yang
menurut saya memang nomer satu di dunia.
Saya order
sepiring nasi goreng dan seporsi Puyunghay. Sambil menunggu Puyunghay tiba
saya foto-foto nasi goreng sepuasnya. Takut keburu dingin saya makan nasi
goreng dikit-dikit sambil nunggu Puyunghay.
Sialnya sampai
nasi goreng habis Puyunghay sialan itu belum juga tiba. Lalu saya pakai jurus
pamungkas yang selalu berhasil. Saya panggil waiter lalu saya bilang
"Order Puyunghay saya batalkan, saya minta uang kembali"
Lalu saya dengar
ribut-ribut dari arah dapur dan sekejap kemudian Puyunghay sialan itu
terhidang.
"Bungkus"
kata saya setengah membentak. 2 menit kemudian saya keluar dari resto bakmi
GM menenteng bungkusan Puyunghay sialan itu.
Kalau Puyunghay ini
rasanya sedang2 saja barangkali saya sudah kapok balik dan bakmi GM saya
masukkan ke Brand Hell.
Sayangnya Puyunghai
bakmi GM memang enak tenan. Sialaaaan!
Oleh: Subiakto
Priosoedarsono
|
Contoh
story telling dalam bentuk image.
Perhatikan lihat iklan berikut
ini.
Hanya mengandalkan gambar yang
bercerita. Tidak satu huruf pun di sana kecuali kata-kata dalam sachet. Artinya, gambar pun bisa
berbicara merasuki pikiran orang yang melihatnya, sehingga orang akan tertarik
pada produk yang diiklankannya.
Memasarkan
produk atau brand di social media.
Brand adalah
apa yang orang ceritakan tentang
kita. Jadi, apapun bisnis kita, konsumen harus mempunyai pengalaman unik untuk
diceritakan pada komunitasnya. persoalannya
adalah bagaimana kalau ternyata produk kita tergolong generik? Artinya begini,
setelah dipikir-pikir ternyata brand
kita tidak ada bedanya dengan brand
kompetitor. Repot juga, kan? Kalau itu yang terjadi maka kita perlu menciptakan sesuatu sehingga konsumen
tetap mempunyai pengalaman yang menarik untuk diceritakan. Bagaimana caranya?
Perhatikan cerita ini:
Saya punya temen
namanya Iwan SJP.
Dia pergi ke
Starbucks mengajak seorang temennya bernama Abigail.
Seperti kita
ketahui, setiap kali kita memesan kopi, baristanya akan menanyakan nama
pembeli lalu mereka tuliskan di atas cup kopi kita.
Nah, masalahnya, barista
tersebut salah menuliskan spellingnya.
Iwan kecewa
berat, 'Perusahaan multinasional kok bisa salah menuliskan ejaan?'
Karena kesal Iwan
SJP memotret cup bertuliskan nama yang salah tersebut dan mempostingnya di
Facebook.
Ini postingan
Iwan
Kenapa kok bisa
begitu, ya? Nah, ini kejutannya!
Iwan tidak
mengetahui bahwa barista tersebut ternyata menulis dengan ejaan yang salah
secara sengaja. Sebenarnya Starbucks sedang memberi konsumennya bahan untuk
diceritakan. Tanpa disadari orang yang terjebak itu telah menjadi brand
ambassador gratisan.
|
Satu hal yang perlu
dicatat bahwa di era digital, orang tidak takut melakukan hal yang cenderung
negatif dalam berkomunikasi. Bagi mereka mendapat liputan itu jauh lebih
penting dari nama baik. Strategi itu sudah sangat biasa dilakukan oleh orang di
seluruh dunia baik itu artis maupun politisi, bahkan termasuk aktor-aktor
kondang lapangan hijau, tidak terlepas dari trik untuk melengkapinya sebagai
pesohor lapangan hijau.
Kalau diperhatikan di video ini, Sang barista tanpa merasa bersalah mengatakan, "I am fucking with you."
Sebuah ungkapan yang
sangat tabu dalam dunia periklanan dan branding
sebelum jaman digital. Digital telah memporak-porandakan tata nilai, norma
sampai bahasa.
Selanjutnya, pak Budiman berkisah lagi tentang seorang
temannya pernah berkata, “Gak usah heran, Om Bud, Starbucks mah duitnya banyak.
Jadi mereka bisa dengan mudah membayar orang pinter untuk membuat strategi marketing seperti itu. Orang Indonesia
mah jangan diharepin. Boro-boro membuat strategi seperti itu, kepikiran aja
kagak.”
Sementara menurut pak
Budiman, “Omongan temen saya ini salah besar. Banyak sekali saya temukan
orang-orang lokal yang membuat strategi jenius dan gak kalah sama strategi
Starbucks di atas. Dan hebatnya mereka adalah pebisnis-pebisnis skala kecil dan
menengah.”
Misalnya trik pemasaran SOTO
GEBRAK. Saya sendiri belum pernah mendengar Soto Gebrak? Jangankan aroma
kuahnya, modelnya saja saya belum pernah nemu.
Yuk, nyimak cerita lain dari pak Budiman,
“Boleh percaya
boleh tidak, soto gebrak buat saya rasanya biasa aja. Soto Ambengan Pak Sadi
di Jalan Wolter Monginsidi rasanya jauh lebih enak. Soto Kudus di Jalan
Wijaya 1 lebih gurih, Soto Mie di Jalan Pinangsia lebih mantap dan Soto
Betawi Pondok Pinang lezat bukan main walaupun harganya terhitung mahal. Tapi
toh saya tetap menceritakan pengalaman saya makan di Soto Gebrak. Kenapa? Ketika
kita memesan soto, maka kokinya akan membanting botol kecap ke atas kayu yang
dilapis seng. Setiap kali botol digebrakkan ke meja maka akan terdengar suara
yang sangat memekakkan telinga. Hahahahaha kocak ya?”
“Setiap kali
temen saya ngajak makan siang, saya sering banget ngajak mereka makan di
sana, terutama yang belom pernah ke tempat itu. Kenapa saya ngajak mereka
kesana padahal makanannya gak begitu enak? Karena saya pengen dia kaget
seperti saya pertama kali. Karena saya punya sesuatu untuk diceritakan. Jadi
saya berkesimpulan bahwa pemilik soto gebrak ini menyadari bahwa rasa sotonya
tidak cukup kuat untuk diceritakan oleh konsumennya. Karena itu dia
menciptakan gimik dan merekayasa sesuatu supaya konsumennya punya pengalaman
untuk diceritakan. Artinya, owner soto gebrak ini secara intuisi telah
menciptakan strategi marketing keren yang tidak kalah seperti yang dilakukan
oleh perusahaan multinasional sekelas Starbucks. Gebraknya membuat konsumen
punya sesuatu unttuk diceritakan. Bukan sotonya.”
|
Lebih lanjut pak Budiman menceritakan
tentang SIOMAY PINK.
Begini ceritanya.
“Pernah ga kalian
mendengar Siomay Pink? Siomaynya sih biasa-biasa aja seperti siomay pada
umumnya. Yang berwarna pink adalah benda-benda lain di luar siomay. Dulu dia
sering nongkrong di Jl. Jend. Sudirman, Jakarta pas Car Free Day. Biasanya
dia suka mangkal di Setia Budi atau di Bundaran HI. Saya sering ke Car Free
Day bersama anak-anak dan isteri saya. Nah, supaya kita tidak terpisah,
biasanya kami menetapkan SIOMAY PINK sebagai meeting point. Saya sering makan
di sana dan rasanya kembali tidak membuat saya puas. Rasanya sih biasa aja
tapi karena berfungsi sebagai meeting point, saya tetep nongkrong di situ dan
membeli beberapa siomay untuk menyenangkan hatinya.”
|
Ternyata ada kisah penjual
siomay di balik nama siomay pink itu.
“Belakangan saya
mendapat cerita lain tentang penjual siomay pink ini. Namanya Bapak Sriyono
asli dari Klaten. Warna Pink adalah warna favorit anaknya. Nama anaknya adalah
Peksi Safira Miradalita. Pak Sriyono bercerai dengan istrinya ketika Peksi
baru berusia 3,5 tahun. Dan tragisnya, Pak Sriyono tidak diizinkan untuk
bertemu dengan anaknya itu. Nah loh, sebuah cerita lagi, kan? Hati saya
tersentuh sekali mendengar cerita itu. Saya gak bisa membayangkan kalo saya
gak bisa bertemu dengan anak saya sepert yang dialami oleh Pak Sriyono. Sejak
itu, setiap kali pergi ke Car Free Day, saya selalu makan siomay Pink. Saya
beli yang banyak. Tapi ingat! Saya ke sana bukan karena siomaynya. Siomaynya
gak enak! Saya ke sana karena ceritanya. Luar biasa kan pengaruh sebuah cerita!
|
Pentingnya
Exposure
Teknologi Digital memang
telah melakukan disruption luar
biasa. Semua peradaban berubah. Suka tidak suka kita harus menerimanya. Misalnya
Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Rocky Gerung. Mereka sengaja menempatkan diri
sebagai tokoh antagonis. Karena mereka tau setiap talkshow politik, pasti formatnya sama. Dua kubu diadu untuk
berargumentasi.
Ketiga orang tersebut
memilih sisi antagonis karena sisi protagonis terlalu banyak pesaing. Dan
ternyata strategi mereka tepat. Mereka jadi langganan ILC dan talskshow-talkshow selalu mengundang
mereka. Begitulah yang terjadi di social media.
Jadi dibully pun tidak masalah. Yang penting exposure. Coba liat tweetnya ketiga orang di atas. Lihat komentar-komentar yang ada.
75% isinya bully-an semua. Apakah
ketiga orang itu terganggu? Justru mereka bersyukur merasa pancingannya dimakan
umpan.
Cara ini sudah lama
dilakukan oleh Syahrini. Dia sering bikin video norak seperti maju mundur maju
mundur. Itu video sengaja dibuat untuk memancing netizen agar membully Syahrini.
Jadi intinya adalah di
dunia digital bukan tentang positif atau negatif. Tapi yang penting mendapatkan
liputan (exposure) sebanyak mungkin
atau bagaimana mendapatkan exposure
sebanyak mungkin sehingga makin dikenal oleh masyarakat luas.
Perlu diingat teknolgi
digital telah membuat kebijakan sensor konten tidak ada sama sekali. Sensor hanya
berlaku di media TV, koran dan media-media konvensional lainnya, yang
mewajibkan konten lolos BSF untuk tayang atau cetak.
Mari menggunakan waktu luang untuk sesering mungkin berselancar di social media. Lalu pelajari segala seluk-beluk di sana. Tapi hati-hati, kita jangan terpengaruh sama konten hoax dan fitnah yang ada. Social media itu seperti pisau. Bahaya atau tidaknya tergantung bagaimana kita menggunakannya.
*pong_owen*
lengkap sekali ceritanya
BalasHapusTerima kasih Omjay..selamat atas pencapaian 1000 subscribernya
Hapusmantap pak bro
BalasHapusThanks ibu.....masih belajar juga nih
Hapus👍 mantul
BalasHapusKembali mantul buat ibu
Hapusmantul👍
BalasHapusMantul keren pak. Silakan kinjung ke cakinin.blogspot.com
BalasHapusMantul keren pak. Silakan kinjung ke cakinin.blogspot.com
BalasHapusTerima kasih..siap pak
HapusSelalu cepat dan lengkap, mantap pak trimakasih
BalasHapus