Tak pernah dibayangkan
semua kisah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini akan terjadi dan saya yakin
akan meninggalkan jejak di memori dunia, bahkan hingga dunia ini tiada, kisah
Covid-19 akan tetap ada. Kehadirannya jauh mengalahkan kemegahan Perang Dunia
Kedua, bom Nagasaki dan Hiroshima, gol Tangan Tuhan Diego Armando Maradona,
tandukan Zinedine Zidane ke Marco Materazzi, menghapus sejenak kisah tsunami
Aceh hingga kisah drama melankolis panggung politik kita di Pemilu Presiden
lalu. Semua kisah-kisah dunia ini telah ditenggelamkan oleh pandemi Covid yang
begitu fenomenal.
Kalau kita mencoba
merenungkan, pada awal kehadiran virus
ini sejak akhir tahun 2019 lalu, sebagian dari masyarakat, menganggapnya
sebagai hal yang biasa. Bahkan ada segelintir pemikir cerdas yang justru
berpendapat Covid-19 ini adalah karma dan hukuman buat ekspansi negara Tiongkok
yang telah menguasai dunia. Secara khusus dalam negeri kita, hampir setiap hari
di berbagai media sosial, media online dan stasiun televisi menghadirkan
berita-berita miring tentang Tiongkok. Bukan hanya karena sukses menguasai
dunia dengan produk-produknya yang memenuhi kebutuhan kalangan menengah ke
bawah, namun juga sukses menyuplai angkatan kerja murah ke berbagai
proyek-proyek dan perusahaan ke seluruh dunia. Termasuk negara kita yang
menurut liputan media juga sangat disukai oleh para pekerja dari Tiongkok.
Memasuki tahun 2020,
Covid-19 telah mulai melakukan imigrasi ke berbagai belahan dunia, mulai dari
negara-negara di sekitar Tiongkok, Asia Tenggara, Timur Tengah dan paling
fenomenal di wilayah Eropa dan Amerika. Di negerinya sendiri penyebarannya
begitu cepat, secepat perkembangan informasi di media sosial. Mayat-mayat bertumbangan
hingga ribuan orang tiap hari. Rumah-rumah sakit sudah tidak mampu menampung
pasien yang terus bertambah. Maka mulailah ketakutan menghampiri semua orang,
apalagi hingga kini tidak ada vaksin dan obat untuk mengalahkan virus ini.
Ketakutan yang datang
ini mulai menyadarkan semua orang, betapa pentingnya bersatu, betapa pentingnya
berkumpul, betapa pentingnya saling membantu, betapa pentingnya berdiam diri. Tak
ada lagi kesombongan, tak ada lagi saling mencaci maki, tak ada lagi perebutan
kekuasaaan. Semua fokus mencari jalan keluar.
Covid-19 ini datang
memperingatkan kita bahwa dunia ini sedang letih dan sakit. Letih karena
banyaknya penduduk di atasnya yang saling menjatuhkan, capek melihat manusia
selalu berkompetisi menjadi yang terbaik tanpa pernah peduli dengan lingkungan.
Dunia ini juga sakit karena tidak pernah diberi waktu untuk beristirahat.
Covid-19 telah membuat bumi kita masuk dalam istirahat panjangnya, memperbaiki
sendi-sendinya yang rusak.
Covid-19 menyadarkan
kita bahwa untuk mengalahkannya kita harus mulai kembali untuk hidup sehat dan
higienis. Menyadarkan kita untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir. Mengkonsumsi bahan makanan yang ada di sekitar rumah. Ia mengajak keluarga-keluarga
mulai membangun harmonisasi dengan tinggal di rumah. Ibadah di rumah, bekerja
dari rumah, belajar dari rumah, belanja dari rumah dan segala kegiatan lainnya
diupayakan dari rumah.
Satu hal kecil juga
diajarkan Covid-19 dibalik kehadirannya. Ia mengajak kita menghargai usaha kita
dengan melarang kita mudik. Hampir setahun kita tak kenal lelah mengumpulkan
rupiah, bahkan ada diantara kita yang menantang maut. Sudah menjadi tradisi,
setiap ada hari raya kita akan mudik membawa semua hasil keringat kita. Tidak semua
orang, namun biasanya mudik membuat kita boros, karena prestise, status sosial
dan penghargaan duniawi. Covid-19 mengajak kita untuk tinggal di tempat kita
bekerja dan menyisihkan rupiah kita untuk membantu saudara-saudara kita yang
kurang mampu.
Covid-19, walaupun
virus mematikan, meminta kita menghargai setiap hasil atas usaha dan pekerjaan
kita. Entah gaji, pesangon atau keuntungan bisnis. Dia bukan imam, pendeta atau
presiden yang berkuasa memerintah dan mengarahkan. Namun ,kehadirannya mengajak
kita untuk mengurangi pesta dan banyak beramal.
Covid-19 juga mengajak
kita untuk kreatif. Saat ini banyak karyawan dirumahkan. Namun bukan berarti
saudara-suadara kita yang dirumahkan tidak
bisa hidup. Ia mengajak kita untuk hidup mandiri, tidak tergantung orang
lain.
Covid-19, kini memberi
kita pilihan jalan baru. Pilihan ada pada kita apakah tetap pada pola hidup
lama atau mau mengubah pola pikir memasuki era baru yang sudah lama menanti
kita. Sebuah era yang telah bertahun-tahun menunggu untuk dinikmati. Sekiranya
seorang gadis, era ini telah lama menanti pinangan untuk disahkan sebagai
pasangan hidup. Ya, sudah waktunya kita memasuki era baru, waktunya kita
bertransformasi. Mengubah yang lama menjadi baru.
Terlepas dari semua
mitos dan sejarah kehadiran virus mematikan, dibalik kehadiran Covid-19 yang mengguncang
hidup kita, yang meminta kita berdiam diri, dia ingin mengajak kita untuk
meninggalkan ego kita, meninggalkan zona nyaman kita. Secara khusus memberi
kita wawasan tentang pentingnya menggunakan semua karya teknologi yang telah
diciptakan manusia. Pentingnya memanfaatkan teknologi canggih yang bisa
membantu bumi kita istirahat sejenak.
Covid-19 telah memulai
pentingnya mengubah mindset kita untuk bertransformasi dari hidup konvensional
ke dalam kehidupan digital. Telah digaungkan tentang Revolusi Industri 4.0, kita
belum bergeming, hanya sebatas tahu dan tidak memanfaatkannya. Kita enggan menggunakannya
karena terbelit pemikiran kita. Menggunakan teknologi menyusahkan, saya gaptek,
biayanya mahal, perawatannya mahal, dsbnya. Kini Covid-19 memaksa kita untuk
menggunakan semua jenis teknologi digital yang ada. Tanpa mengesampingkan
maksimal atau tidaknya penggunaan teknologi saat ini, namun kita telah memulai
transformasi kita.
Covid-19 secara pelan-pelan
menuntun kita untuk hidup menyesuaikan dengan kehadirannya menggunakan
teknologi. Apakah kita tinggal di rumah tanpa teman? Apakah kita tinggal di
rumah tanpa penghasilan? Apakah kita tinggal di rumah tanpa mendapatkan siraman
kebutuhan rohani kita? Apakah kita tinggal di rumah kita kelaparan? Kita
kelaparan jika kita terbiasa meminta. Apakah kita tinggal di rumah tanpa
mendapatkan ilmu pengetahuan? Apakah tinggal di rumah kita tidak bisa ujian
skripsi? Apakah tinggal di rumah para hakim tidak bisa memutus perkara? Apakah tinggal
di rumah kita tidak merdeka? Bukankah selama ini kita menginginkan bekerja dari
rumah dan mendapat gaji, sekarang Covid-19 telah membuktikannya.
Ibadah live streaming, semua orang kini bisa
menikmati ibadah bersama keluarga dari rumah tanpa mengurangi esensi ibadah
itu. Bekerja dari rumah, meeting dari rumah secara live menggunakan
aplikasi-aplikasi canggih. Belanja, tidak perlu berpanas-panas mengantri, cukup
mengelus gadget, barang belanja segera mendarat di depan rumah. Pendidikan pun
berjalan dengan baik, belajar tak perlu lagi tatap muka di kelas. Guru dan
siswa kini diajak berkolaborasi menggunakan teknologi untuk saling
memperlengkapi ilmu pengetahuan. Guru belajar menggunakan teknologi untuk
mengajar sementara siswa menanti ilmu yang disampaikan.
Memaknai pandemi ini,
berpikir positif adalah hal yang utama. Dibalik mematikannya virus ini, kita
diajak untuk mengingat sang Pencipta kita, mengingat hangatnya romantisme
keluarga kita, merendahkan diri kita, kita diajak untuk mandiri, hemat, kreatif,
produktif, mau mengubah diri dan memperkuat keayakinan kita untuk menyesuaikan
diri dengan segala perkembangan yang ada saat ini.
Luar Bisa menginspirasi
BalasHapus