Rabu, 06 Mei 2020

Covid-19: Dicaci, Ditakuti, Menyadarkan dan Mentransformasi

Tak pernah dibayangkan semua kisah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini akan terjadi dan saya yakin akan meninggalkan jejak di memori dunia, bahkan hingga dunia ini tiada, kisah Covid-19 akan tetap ada. Kehadirannya jauh mengalahkan kemegahan Perang Dunia Kedua, bom Nagasaki dan Hiroshima, gol Tangan Tuhan Diego Armando Maradona, tandukan Zinedine Zidane ke Marco Materazzi, menghapus sejenak kisah tsunami Aceh hingga kisah drama melankolis panggung politik kita di Pemilu Presiden lalu. Semua kisah-kisah dunia ini telah ditenggelamkan oleh pandemi Covid yang begitu fenomenal.

Kalau kita mencoba merenungkan,  pada awal kehadiran virus ini sejak akhir tahun 2019 lalu, sebagian dari masyarakat, menganggapnya sebagai hal yang biasa. Bahkan ada segelintir pemikir cerdas yang justru berpendapat Covid-19 ini adalah karma dan hukuman buat ekspansi negara Tiongkok yang telah menguasai dunia. Secara khusus dalam negeri kita, hampir setiap hari di berbagai media sosial, media online dan stasiun televisi menghadirkan berita-berita miring tentang Tiongkok. Bukan hanya karena sukses menguasai dunia dengan produk-produknya yang memenuhi kebutuhan kalangan menengah ke bawah, namun juga sukses menyuplai angkatan kerja murah ke berbagai proyek-proyek dan perusahaan ke seluruh dunia. Termasuk negara kita yang menurut liputan media juga sangat disukai oleh para pekerja dari Tiongkok.

Memasuki tahun 2020, Covid-19 telah mulai melakukan imigrasi ke berbagai belahan dunia, mulai dari negara-negara di sekitar Tiongkok, Asia Tenggara, Timur Tengah dan paling fenomenal di wilayah Eropa dan Amerika. Di negerinya sendiri penyebarannya begitu cepat, secepat perkembangan informasi di media sosial. Mayat-mayat bertumbangan hingga ribuan orang tiap hari. Rumah-rumah sakit sudah tidak mampu menampung pasien yang terus bertambah. Maka mulailah ketakutan menghampiri semua orang, apalagi hingga kini tidak ada vaksin dan obat untuk mengalahkan virus ini.

Ketakutan yang datang ini mulai menyadarkan semua orang, betapa pentingnya bersatu, betapa pentingnya berkumpul, betapa pentingnya saling membantu, betapa pentingnya berdiam diri. Tak ada lagi kesombongan, tak ada lagi saling mencaci maki, tak ada lagi perebutan kekuasaaan. Semua fokus mencari jalan keluar.

Covid-19 ini datang memperingatkan kita bahwa dunia ini sedang letih dan sakit. Letih karena banyaknya penduduk di atasnya yang saling menjatuhkan, capek melihat manusia selalu berkompetisi menjadi yang terbaik tanpa pernah peduli dengan lingkungan. Dunia ini juga sakit karena tidak pernah diberi waktu untuk beristirahat. Covid-19 telah membuat bumi kita masuk dalam istirahat panjangnya, memperbaiki sendi-sendinya yang rusak.

Covid-19 menyadarkan kita bahwa untuk mengalahkannya kita harus mulai kembali untuk hidup sehat dan higienis. Menyadarkan kita untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Mengkonsumsi bahan makanan yang ada di sekitar rumah. Ia mengajak keluarga-keluarga mulai membangun harmonisasi dengan tinggal di rumah. Ibadah di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, belanja dari rumah dan segala kegiatan lainnya diupayakan dari rumah.

Satu hal kecil juga diajarkan Covid-19 dibalik kehadirannya. Ia mengajak kita menghargai usaha kita dengan melarang kita mudik. Hampir setahun kita tak kenal lelah mengumpulkan rupiah, bahkan ada diantara kita yang menantang maut. Sudah menjadi tradisi, setiap ada hari raya kita akan mudik membawa semua hasil keringat kita. Tidak semua orang, namun biasanya mudik membuat kita boros, karena prestise, status sosial dan penghargaan duniawi. Covid-19 mengajak kita untuk tinggal di tempat kita bekerja dan menyisihkan rupiah kita untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Covid-19, walaupun virus mematikan, meminta kita menghargai setiap hasil atas usaha dan pekerjaan kita. Entah gaji, pesangon atau keuntungan bisnis. Dia bukan imam, pendeta atau presiden yang berkuasa memerintah dan mengarahkan. Namun ,kehadirannya mengajak kita untuk mengurangi pesta dan banyak beramal.

Covid-19 juga mengajak kita untuk kreatif. Saat ini banyak karyawan dirumahkan. Namun bukan berarti saudara-suadara kita yang dirumahkan tidak  bisa hidup. Ia mengajak kita untuk hidup mandiri, tidak tergantung orang lain.

Covid-19, kini memberi kita pilihan jalan baru. Pilihan ada pada kita apakah tetap pada pola hidup lama atau mau mengubah pola pikir memasuki era baru yang sudah lama menanti kita. Sebuah era yang telah bertahun-tahun menunggu untuk dinikmati. Sekiranya seorang gadis, era ini telah lama menanti pinangan untuk disahkan sebagai pasangan hidup. Ya, sudah waktunya kita memasuki era baru, waktunya kita bertransformasi. Mengubah yang lama menjadi baru.

Terlepas dari semua mitos dan sejarah kehadiran virus mematikan, dibalik kehadiran Covid-19 yang mengguncang hidup kita, yang meminta kita berdiam diri, dia ingin mengajak kita untuk meninggalkan ego kita, meninggalkan zona nyaman kita. Secara khusus memberi kita wawasan tentang pentingnya menggunakan semua karya teknologi yang telah diciptakan manusia. Pentingnya memanfaatkan teknologi canggih yang bisa membantu bumi kita istirahat sejenak.

Covid-19 telah memulai pentingnya mengubah mindset kita untuk bertransformasi dari hidup konvensional ke dalam kehidupan digital. Telah digaungkan tentang Revolusi Industri 4.0, kita belum bergeming, hanya sebatas tahu dan tidak memanfaatkannya. Kita enggan menggunakannya karena terbelit pemikiran kita. Menggunakan teknologi menyusahkan, saya gaptek, biayanya mahal, perawatannya mahal, dsbnya. Kini Covid-19 memaksa kita untuk menggunakan semua jenis teknologi digital yang ada. Tanpa mengesampingkan maksimal atau tidaknya penggunaan teknologi saat ini, namun kita telah memulai transformasi kita.

Covid-19 secara pelan-pelan menuntun kita untuk hidup menyesuaikan dengan kehadirannya menggunakan teknologi. Apakah kita tinggal di rumah tanpa teman? Apakah kita tinggal di rumah tanpa penghasilan? Apakah kita tinggal di rumah tanpa mendapatkan siraman kebutuhan rohani kita? Apakah kita tinggal di rumah kita kelaparan? Kita kelaparan jika kita terbiasa meminta. Apakah kita tinggal di rumah tanpa mendapatkan ilmu pengetahuan? Apakah tinggal di rumah kita tidak bisa ujian skripsi? Apakah tinggal di rumah para hakim tidak bisa memutus perkara? Apakah tinggal di rumah kita tidak merdeka? Bukankah selama ini kita menginginkan bekerja dari rumah dan mendapat gaji, sekarang Covid-19 telah membuktikannya.

Ibadah live streaming, semua orang kini bisa menikmati ibadah bersama keluarga dari rumah tanpa mengurangi esensi ibadah itu. Bekerja dari rumah, meeting dari rumah secara live menggunakan aplikasi-aplikasi canggih. Belanja, tidak perlu berpanas-panas mengantri, cukup mengelus gadget, barang belanja segera mendarat di depan rumah. Pendidikan pun berjalan dengan baik, belajar tak perlu lagi tatap muka di kelas. Guru dan siswa kini diajak berkolaborasi menggunakan teknologi untuk saling memperlengkapi ilmu pengetahuan. Guru belajar menggunakan teknologi untuk mengajar sementara siswa menanti ilmu yang disampaikan.

Memaknai pandemi ini, berpikir positif adalah hal yang utama. Dibalik mematikannya virus ini, kita diajak untuk mengingat sang Pencipta kita, mengingat hangatnya romantisme keluarga kita, merendahkan diri kita, kita diajak untuk mandiri, hemat, kreatif, produktif, mau mengubah diri dan memperkuat keayakinan kita untuk menyesuaikan diri dengan segala perkembangan yang ada saat ini.

Salam sehat.
Share:

1 komentar:

Promo Buku

Promo Buku
Bisa pesan langsung ke Penerbit ANDI Offset atau lewat Penulis (Klik Gambar).

Personal Contact Information

E-mail: romapatandean@gmail.com
HP: 081355632823

About Me

Foto saya
Be proud of the imperfection. It is the true guide to the ultimate welfare of the soul.

YouTube Roma Patandean

Blog Archive

Followers

Visitors

Free counters!

Update COVID-19 di Indonesia