Senin, 04 Mei 2020

Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor

Self Driving for Teachers, webinar dari PB PGRI bekerja sama dengan Rumah Perubahan dan Mahir Academy telah memasuki hari kedua, dan tak terasa Belajar Menulis Gelombang 8 telah memasuki pertemuan kesekian kalinya, saya tidak menghitung sudah pertemuan ke berapa, tapi hari ini berbagi pengalaman dari bapak Ukim Komarudin, seorang penulis buku Guru Juga Manusia. Pemilik alamat email: ukimlabs@gmail.com berbagi Pengalaman Menerbitkan Tulisan di Penerbit Mayor.

“Selamat siang guru guru hebat Indonesia”

“Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. Mohon doanya, semoga bermanfaat.”

Demikianlah pak Ukim menyapa seluruh peserta guru-guru hebat Indonesia dalam grup Belajar Menulis Gelombang 8 binaan guru blogger ternama Indonesia, bapak Wijaya Kusumah (Omjay).

MENULIS ADALAH EKSPRESI PRIBADI
Menulis merupakan ekspresi pribadi. Menulis adalah potret diri kita, karenanya kita harus menulis dengan jujur dan sejujur-jujurnya. Menulis adalah sarana atau tempat mencurahkan segala bentuk kegelisahan. Karena menulis adalah curahan perasaan maka kita tidak boleh merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan yang kita hasilkan. Selain itu, jangan pernah pedulikan apapun yang menjadi trending topik khalayak umum tentang tulisan kita.  Intinya fokus menulis, menulis, dan menulis apa saja. Mengapa harus fokus? Karena menulis adalah kebutuhan. Semakin banyak menulis, maka kita akan menemukan sesuatu yang lebih tentang "kita". Semakin terbiasa kita menulis, maka kita kan merasakan bahwa ada yang hilang dalam diri kita ketika kita tidak menulis. Menulis apa adanya, karena itulah apa adanya diri kita.

MENULIS APA SAJA
Apa yang harus ditulis? Jawabannya adalah menulis apa saja. Artinya apapun yang bisa ditangkap alat indra kita bisa jadi sumber tulisan. Nah, jika berperan sebagai guru, maka kita bisa menulis tentang materi pelajaran, perilaku anak didik kita, kolaborasi antar guru, tulisan beragam kegiatan harian, atau menulis liputan kegiatan yang dimuat majalah atau surat kabar, atau menulis buku harian. Intinya menulis apa saja karena hasil tulisan itulah yang digambarkan oleh pengalaman diri kita setiap hari.

Bagaimana cara menjadi penulis?

  1. Mulailah menulis
  2. Pilih tema tulisan dan cara memaparkannya.
  3. Rajinlah membaca. Pertajam wawasan dan penguasaan materi, termasuk teknik penulisan.
  4. Terus motivasi diri. Yakinkan diri untuk mampu menyelesaikan tulisan.
  5. Selesaikan tulisan. Rapikan karya agar siap untuk diulas oleh penerbit dan diterbitkan.


TULISAN ITU GENIT
Tulisan genit. Kok bisa ya? Semakin terbiasa menulis dengan jujur apa adanya, maka tulisan-tulisan itu lambat laun akan mulai dilirik orang, minimal orang-orang terdekat kita, misalnya teman-teman guru atau teman-teman kelompok kegiatan kemasyarakatan. Biarkan saja mengalir hingga muncul satu dua orang berkomentar: “Tulisannya bagus, emotif, menghanyutkan, aku dibuat terlarut membacanya, pikiranku menerawang.”

Tepatlah yang dikatakan pak Ukim, “Kata mereka, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb. Nah, inilah kegenitannya tulisan, mampu mencolek orang-orang yang sebelumnya mungkin tidak peduli.

“MENGHIMPUN YANG BERSERAK” SEBUAH LANGKAH PASTI MENUJU PENERBIT
Ini adalah judul buku karya pak Ukim. Simak cerita beliau bagaimana menghasilkan buku fenomenal tersebut, yang didasari oleh komentar-komentar pembaca terhadap tulisan-tulisan ‘genit’ beliau. “Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran orang dewasa (guru) dari anak-anak ‘cerdas’ yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, ‘Menghimpun yang Berserak.’ Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).

Pada saat yang sama waktu itu, pak Ukim yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Selanjutnya beliau menjalani wawancara terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran dan buku kedua tentang buku pribadinya, ‘Menghimpun yang Berserak.’ Dalam kesempatan interview itulah beliau banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.

PELAJARAN TAK TERDUGA: YANG MENGINTERVIEW ADALAH EDITOR
Sukses menembus penerbit mayor untuk menerbitkan buku, kadang prosesnya tidak seperti yang kita pikirkan. Seperti yang diutarakan oleh pak Ukim, terdapat pelajaran atau informasi yang awalnya akan membuat kita tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis kita. Misalnya saja pertanyaan-pertanyaan yang dialami oleh pak Ukim seperti ini:
  1. Apakah ketika  saya menulis buku ‘Menghimpun yang Berserak’ ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?"
  2. Kalau sudah ada,  apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya?
  3. Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst.


Ternyata dibalik semua itu ada bongkahan ilmu pengetahuan yang didapatkan pak Ukim, sekaligus kita sebagai pembaca dan penulis ikut mendapatkannya. Di tubuh penerbit terdapat tim yang akan menyebabkan karya kita dapat dinikmati orang banyak. Di sana akan ada orang sebagai garda terdepan penerbit, yaitu editor, yang siap dengan segudang pertanyaan menggelitik. Editor inilah yang membantu memperbaiki tulisan kita sekaligus penentu apakah naskah tulisan kita layak diterbitkan atau sebaliknya. Jika nanti naskah tulisan kita bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya.

Dari pengalaman interview pak Ukim, disimpulkan bahwa dalam penerbitan buku, selain penulis terdapat Tim Editorial yang menjadi salah satu kunci sukses tidaknya buku diterbitkan, mereka adalah:
  1. Editor
  2. Desainer
  3. Ilustrator
  4. Layouter


Naskah disiapkan penulis dan tim editorial memperindahnya dengan gambar dan settingan lainnya. Naskah disini adalah hasil karya yang menjadi tanggung jawab penulis dalam penerbitan sebuah buku. Seluruh kebutuhan naskah, misalnya gambar, foto, infografis, dll; diatur oleh editor sebagai pengawal naskah, dan dibantu oleh desainer, ilustrator, serta layouter untuk menyelesaikannya. 

Penulisan naskah bisa dilakukan secara kelompok. Kriteria Naskah yang layak terbit antara lain:
  1. Naskah harus merupakan karya asli
  2. Belum pernah dipublikasikan penerbit lain
  3. Memiliki jalan cerita yang menarik
  4. Naskah ditulis dengan rapi (logis dan sistematis)
  5. Memiliki peluang pasar yang baik
  6. Tidak menimbulkan kontroversi, terutama berhubungan dengan moral dan agama
  7. Tidak merupakan karya plagiat
  8. Lengkapi dengan sinopsis
  9. Sertakan kelebihan dan kekurangan naskah yang dimiliki dibandingkan dengan buku-buku bertema serupa yang sudah beredar di pasar.


Kondisi naskah yang Prima:
  1. Ide Orisinil
  2. Materi dapat dipertanggungjawabkan, bukan plagiat.
  3. Tulisan Siap Baca
  4. Komprehensif, alur tulisan baik, bahasa mudah dipahami target pembaca yang dipilih, EYD sempurna.
  5. Penting & Perlu
  6. Informasi yang disajikan up to date dan berguna.
  7. Lengkap dan Jelas
  8. Sudah diketik komputer, dilengkapi print out, sinopsis, foto/ilustrasi orisinil, dan proposal target pembaca.


Nah, bagaimana mengirimkannya? Prosedur pengiriman naskah yaitu apabila naskah telah memenuhi kriteria-kriteria di atas, naskah dikirimkan dengan prosedur (lengkap) berupa print out atau dalam bentuk CD ke: Departemen Editorial Penerbit dengan menyertakan informasi:
  1. Surat pengantar.
  2. CV (Daftar Riwayat Hidup) dengan alamat lengkap, nomor telepon, dan alamat email yang dapat dihubungi.
  3. Naskah dapat dikirimkan melalui pos atau diantar langsung ke alamat penerbit dengan mencantumkan genre tulisan pada amplop.


Jika dalam waktu 3 bulan tidak ada konfirmasi dari pihak Penerbit, maka naskah tersebut tidak lolos seleksi penerbitan. Apabila naskah layak terbit, penerbit akan memberikan kabar via surat dan telepon, dan dilanjutkan dengan pengajuan pembayaran.

TINDAK LANJUT
Pak Ukim melanjutkan untaian pengalamannya demikian, “Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku ‘Menghimpun yang berserak.’ Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menyangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.”

Demikianlah pak Ukim menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak,  yang sangat penting dalam proses kreatifnya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Beliau gembira sekali menerima buku dami itu. Saking gembiranya, beliau menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak terimanya. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang beliau menulis bukan karena royalti.

Sampai di sini, dapat dikatakan bahwa pembuatan buku memiliki alurnya sendiri, yaitu:
  1. Penulis menyusun naskah lalu mengirimkannya ke penerbit.
  2. Editor menyaring naskah.
  3. Penulis melengkapi data administrasi & kontak
  4. Editor mengawal naskah, mulai dari proses koreksi, penambahan ilustrasi hingga pembuatan sampul.
  5. Naskah ditata letak sesuai kebutuhan cetak.
  6. Setelah itu masuk proses pencetakan.
  7. Terakhir, proses distribusi. 
Adapun detail tugas Tim Editor, antara lain:
  1. Mencari dan menyeleksi naskah penulis
  2. Mengawal naskah mentah hingga menjadi buku
  3. Melengkapi data administrasi penerbitan naskah
  4. Mencari gambar untuk melengkapi isi buku, jika diperlukan.
  5. Mengoordinasikan kebutuhan ilustrasi dan foto kepada desainer dan ilustrator.
  6. Bekerja sama dengan layouter untuk rancangan tata letak dan perubahan konten seiring koreksi.
  7. Membantu proses promosi buku.
Sementara desainer memiliki tugas tak kalah penting, yaitu:
  1. Membuat sampul buku yang sesuai dengan isi buku dan menarik perhatian pembaca.
  2. Berkoordinasi dengan editor untuk kebutuhan desain seperti template naskah, foto, infografis, dll.
  3. Membuat alat promosi penerbitan untuk buku seperti flyer, brosur, dll.
Lalu, seperti apa tugas ilustrator?
  1. Membuat gambar sesuai dengan kebutuhan isi buku.
  2. Gambar harus bagus dan menarik
Kemudian, Layouter bertugas:
  1. Menyatukan tulisan dan gambar dalam halaman buku sehingga enak untuk dibaca.
  2. Berkoordinasi dengan editor untuk setiap koreksi dan perubahan-perubahannya
  3. Menyiapkan segala kebutuhan berkas-berkas digital yang diperlukan oleh bagian percetakan.


Sangat penting juga mengetahui mengapa suatu naskah ditolak penerbit. Tertolaknya naskah disebabkan sejumlah faktor, yaitu:
  1. Kurang nilai ekonomisnya
  2. Materi/Judul tidak sesuai dengan fokus bisnis Penerbit
  3. Sudah ada buku sejenis di Penerbit
  4. Penulis tampak kurang menguasai materi
  5. Penulis tampak tidak mampu menuangkan idenya dengan baik, sekalipun penulis menguasai materi.
  6. Penuhnya kapasitas produksi Penerbit (masuk dalam penundaan terbit)


Akhirnya, pak Ukim mendapat konfirmasi, ketika beliau mendapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku beliau. Pertama, beliau menerima buku pribadi, jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, beliau diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku ‘Menghimpun yang Berserak.’ Launching buku adalah salah satu tips bagaimana membuat bukunya laku. Saat itu beliau merasa sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan yang berarti ke penerbit. Ketiga, beliau diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama tersebut dan kurang lebih 6 bulan kemudian beliau baru akan mendapat royaltinya. Untuk hal tersebut juga beliau mengatakan bahwa tidak pandai memberi masukan.

Terkait royalti, penerbit dan penulis memiliki sistem kerja sama yang terjalin dalam bentuk:
  1. Royalti. Besaran royalti 6-10%, sangat bergantung dari naskah, yakni materi, luas pasar, juga kredibilitas penulis. Royalti dibayar setiap 6 bulan sekali setelah buku terbit.
  2. Pembelian naskah. Naskah juga dimungkinkan untuk dibeli dengan sistem beli putus, dengan perlakuan khusus.


Peran selanjutnya setelah buku diterbitkan adalah mengusahakan buku dapat dinikmati orang lain. Menurut pak Ukim, waktu bukunya terbit agak sulit mempromosikan buku karena media sosial belum sedahsyat sekarang. Kebetulan beliau adalah seorang pembicara, maka beliau berupaya menjual buku-bukunya pada setiap kesempatan beliau menjadi pembicara.

Pengalaman-pengalaman seperti ini akan sering dialami ketika menerbitkan buku entah itu pada edisi selanjutnya atau pada penerbitan buku yang baru.

Demikian pengalaman singkat dari bapak Ukim Komarudin yang luar biasa.

Untuk melengkapi pengetahuan terkait menerbitkan buku di penerbit mayor, mari menyimak tips, saran dan masukan dari pak Ukim dalam diskusi versi menari di atas tuts keyboard dan tuts handphone.

Assalamu'alaikum. Saya Ratna Jumpa dari Sigli Aceh, ingin menanyakan kepada Bapak, bagaimana  kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran. Trima kasih.
Ibu Ratna yang baik. Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan. Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: 
  • Menunjukkan penggunaan pendekatan baru; 
  • Lebih lengkap; 
  • Penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; 
  • Naskah renyah (enak dibaca);  dan
  • Diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan terbaik.


Assalamualaikum Om Ukim yang budiman, perkenalkan saya Syukri dari SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang, saya bertanya tentang pengalaman om Ukim dalam tulis-menulis:
  • Jeda berapa lama tulisannya mulai di lirik.
  • Media apa tempat mempublish tulisan om pertama kali.
  • Gimana latar belakang buku guru juga manusia sehingga bisa best seller,  dan buku best seller tersebut berapa  exsemplar laku dan berapa om dapat royalti dari buku tsb.(maaf agak privasi)
  • Dari awal mulai om menulis sampai sekarang, ada ndak berubah motivasi om Ukim dalam menulis,
  • Saat om di intervew sama siapa, dan apa hal yang sangat berkesan dari intervew tsb.
  • Keseharian om Ukim seperti apa kesibukannya.
  • Apakah buku karya om Ukim semua diterbitkan di mayor?
  • Buku Mengumpulkan Yang Berserakan tersebut berapa naskah semua, naskah mana yang paling berkesan dan berapa lama menulis buku tersebut?


Om Syukri yang kreatif. Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke lain hati (penerbit lain) atau naskah direvisi ulang.
Saya menulis di buletin sekolah, kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dst.

Buku  Guru juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media sosial yang saaat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, saya mendapatkan berkah dari medsos itu.

Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe pandai menjual ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah Maha Pengasih. Beberapa sering dilirik penerbit dan jadi berkah buat keluarga.

Yang interview dari dulu sampai kini sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya sering berdoa, dan ternyata sering benar, "Dia lebih pintar dari saya". Minimal soal membuat buku saya laku di pasaran.

Semua buku berkesan. Dia seperti anak saya. Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya. Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya.

Mau tanya kepada Pak Ukim Komarudin. Jika menulis di mayor di kasih waktu berapa lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau setelah kontrak di berikan, apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit mayor, akan ditawari kerja sama lagi setiap tahunnya? Mohamad Soni Jombang

Pak Mohammad Soni yang baik, ketika bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh. Dari naskah itu kita mulai bicara.

Saya sering diminta menulis terus oleh beberapa penerbit karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga pendidikan terbit terus. mungkin sekarang sudah jilid  belasan. Masalahnya di pembagian waktu atau prioritas. kelemahannya juga ada di saya. Pribadi saya kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang sungguh-sungguh akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi waktu dan prioritas?

Saya, Sri Budi Handayani dari Gresik mau bertanya Bagaimana mengetahui gaya selingkung penerbit?

Ibu Sri, saya termasuk orang yang nggak mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita jika memikirkan hal itu. Itu sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi, ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat konfirmasi sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan menjual buku saya. Silakan. Makan tuh rezeki saya semoga jadi amal yangdipakai kebaikan. Saya kurang suka dengan hal-hal yang diluar jangkauan saya.

Saya dulu menulis banyak novel, dan cerpen tapi tidak sampai klimaks sudah bosan. Bagaimana cara mengatasinya?
Pertanyaan kedua, saya suka menulis novel. Tapi, kenapa saya terus mengulang-ulang kesalahan yang sama. Misalnya tokoh terlalu banyak, jalan cerita mudah ketebak, bagaimana cara mengatasinya?
Pertanyaan ketiga, saya mempunyai asisten penulis novel-->2 teman saya beda kelas dan teman saya satu kelas. Alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar. Sehingga diharapkan agar ceritaku bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang, tapi apakah langkah itu sudah betul?
Pertanyaan keempat, karena banyak orang yang membatu saya, apakah mereka disertakan dalam bagian abstrak/pengenalan penulis?

Harus menempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih cerpen. Kalau marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, pak. dari lari jarak pendek karen latihan akhirnya bisa lari jarak jauh.

Ada yang disebut, Premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika tidak memulia dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana.

Saya tipe orang yang sering menyembunyikan karya jika belum final. Saya orang teater, pak. Saya suka membuat kejutan dengan membina puncak-puncak cerita. termasuk di sini kelahiran anak (karya) saya yang mengejutkan.

Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis sekaligus editor. Akhirnya, nggak jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya, ambyar.

Tulis saja, nanti ada jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka menganggap tulisan bapak nggak laku di pasaran, tapi bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang.

Membaca yang banyak dan siapa saja yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif dan Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinasi itu sah. Namanya terinspirasi.


Nama : Makhmud. Asal : Gempol, Pasuruan. Boleh tanya pak, saya baru akan menulis buku, pengalaman bahan untuk menulis sudah ada akan tetapi memulai menulisnya kesulitan, bagaimana memulai menulis buku yang bisa meyakinkan bagi penulis?

Pak Makhmud yang berani, Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan inspirasi. kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu, Pak.

Tentang meyakinkan memang dimulai dari Bapak dahulu. kalau Bapak kurang yakin, celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus yang menjadi minat Bapak. Dari situ, bapak punya standar sendiri.

Ass. wr wb. Saya Hetty Setyoningrum dari SMPN 1 Kaloran Temanggung, Jawa Tengah...ingin bertanya adakah tips dan trik agar kita bisa menjadi penulis produktif yang layak diterbitkan? Bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri dalam menulis (memulainya)? Terimakasih. Wass.wr.wb.

Sahabatku Hetty, penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca sehingga akan mampu menulis. Saya setuju  dengan himbauan menulislah setiap hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas.  Itu hukumnya, Het. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).

Menulis saja. Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita terlecut menjadi lebih baik.

Yulius Roma - Tana Toraja: Luar biasa pengalamannya pak, pertanyaan saya, apakah gaya bahasa sehari-hari bapak tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana mengolah bahasa sehari-hari agar renyah dibaca orang? Terima kasih.

Yulius yang baik, pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam hal karya. Yulius akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam menulis. Ketika teman-teman Yulius memuji tulisan Yulius, maka di saat itulah kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau serpihan tulisan Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia kan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Yulius."

Nama saya Fatma Eviana dari Pati. Mohon pencerahan. Apakah menulis artikel atau menulis apa saja ada aturan urutan yg ditentukan seperti menulis penulisan karya ilmiah? Jika memang ada mohon penjelasan.

Betul, Ibu Fatma. Semua tulisan ada pagunya. Minimal itu sebagai pegangan dasar. Ke sananya, ketika kita mahir, kita mampu membuat varasi-variasi yang kita kehendaki tetapi tetap berpegang pada pagunya.

Assalamualaikum pak Ukim saya ingin sekali tulisan saya sekarang dikelas menulis ini bisa dibukukan, namun tulisan saya, dibaca sendiri aja, masih acak2 an baik bahasa maupun ejaan penulisannya. Apakah tulisan saya itu bisa dibukukan? Bagaimana dengan bahasa dan ejaannya yg belum sesuai?

Penanya yang budiman, memang semuanya perlu proses. Ide untuk membukukan hasil pelatihan ini merupakan hal brilyan. Mulailah membukukan dengan niat untuk pribadi terlebih dahulu. Dengan membukukan kita punya basic kemampuan yang akan kita ukur kelak setelah berikutnya berproses. Saya doakan anda merasa adanya kemajuan setelah sekian lama berproses.

Siang.. saya Kaswati dari SMKN 1 Nglegok Blitar. Mau bertanya bagaimana langkah kita menulis buku pelajaran yang kita ampu dan bagaimana trik trik jitu agar buku pelajaran yang kita buat bisa di minati para pembaca utamanya kaum pelajar? Terimakasih.

Ibu Kaswati, mulailah dengan modul atau serpihan bab sebagai pegangan siswa sendiri. Minta mereka memberikan masukan. Tahun depan, semoga Ibu bisa meningkatkannya menjadi buku sederhana tetapi hanya untuk kalangan sendiri. Mintalah masukan kembali kepada anak-anak terkait banyak hal yang pernah saya jelaskan di awal. Setelah itu, saya yakin akan menjeadi lebih baik sampaik Ibu marasa yakin kalau ini layak untuk diterbitkan.

Assalaamu'alaikum pak Ukim. Saya Sri Indayani dari Lamongan. Saya sedang menulis buku pelajaran yang di dalamnya banyak gambarnya, tetapi saya hanya bisa menggambar sebatas kemampuan saya. Yang saya tanyakan, apakah penerbit akan memperbaiki gambarnya jika bukunya diterima oleh penerbit?

Ya, Bu. Awalnya mereka akan melihat substansi buku sebagaimana saya jelaskan di atas. Soal gambar dan lain-lain, apalagi  yang sifatnya lipstik, mereka lebih punya stok dan tahu etika pengambilan gambar yang tidak mengundang masalah. Kadang-kadang, saking bagusnya buku Ibu,  mereka mau beli gambar di situs-situs resmi.

Suminarsih. Pemalang. Pertanyaan: Dari Pengalaman Bapak penerbit yang menawarkan untuk buku bapak diterbitkan. Untuk pemula tentu harus penulis yang mengajukan proposal ke penerbit? Bagaimana prosesnya?

Ibu Suminarsih bisa datang sendiri ke penerbit atau mengirimnya lewat pos. Kemasannya: (1) surat yang menjelaskan maksud Ibu; dan  (2) Naskahnya. Ingat, jangan file, tetapi print outnya.

Minta tanda terima jika mengantar langsung dan tanyakan biasanya kapan mendapatkan tanggapan. Syukur jika mendapatkan nomor kontak editornya.

Saya Candra dari Langkat-SUMUT, Pak. Alhamdulillah saya sadah baca buku bapak Menghimpun Yang Berserak. Karya yang luar biasa. Yang mau saya tanyakan Pak, dominannya apa hal yang paling banyak dikoreksi oleh pihak editor dan kiranya apa trik bagi saya penulis pemula agar basa meminimalisir hal itu? Terima kasih.

Pak Candra, kebetulan saat itu penerbitnya (editornya) jatuh cinta duluan pada tulisan saya. Ia hanya minta persetujuan pembubuhan ilustrasi. Kala itu, saya setuju usulan tersebut sebab illustrator menjadikan buku tersebut lebih menarik.

Kalau bapak ada karya yang mau ditawarkan, segera saja kirimkan. Siapa tahu nasib baik sedang berada di Bapak.

Selamat sore pak Ukim, saya Grefer Pollo dari Kupang, NTT. Berdasarkan pengalaman bapak pribadi, apa kelebihan dan kekurangan jika penulis sebagai editor dari tulisannya dan orang lain (bukan penulis) sebagai editor? Terima kasih.

Pak Grefer, maksudnya dalam keseharian tugas Bapak sebagai editor, ya? Wah itu hebat, Pak. Sebab Bapak sudah tahu apa yang harus Bapak kerjakan. Adapun ada orang lain yang mau dan mampu mengedit tulisan Bapak, itu nasib baik. Semoga Tulisan bapak menjadi lebih berkualitas.

Salam sejahtera pak Ukim. Saya mempunyai pengalaman yang mirip dengan bapak Ukim. Bedanya pada konteks dan kondisi. Saya berada di pedesaan pedalaman Timor yang akses ke penerbit tidak sama. Penerbit di Kota Kupang yang saya temui pertama kali untuk mengantarkan apa yang kira-kira idem dengan milik pak Ukim, Menghimpun yang Berserak; Punyaku kusebut, Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil. Mula-mula pimpinan penerbit tidak percaya kalau saya penulisnya, berhubung yang saya bawa itu fotokopian dari potongan-potongan koran dimana opini-opini saya diterbitkan. Beruntungnya, saya punya Kartu anggota PGRI. Saya tunjukkan. Ia percaya bahwa saya guru, namun kelihatan pula keraguannya. Saya harus menjelaskan berulang. Nah, saya sadar. Saya datang dari kampung. Tampilan memang kampungan, tidak nampak wajah sebagai penulis. Belum lagi penilaian apakah saya berdompet. Semua itu saya alami. Akhirnya melalui proses panjang berbelit, buku pertama terbit tahun 2015, minta penerbit sekaligus yang punya percetakan menggandakan sebanyak 200 eksemplar. Nah, kesulitan lain muncul. Masyarakat pendidikan kami (mungkin daerah lain berbeda dengan kami di pedesaan), belum punya kebiasaan membaca. Mana mungkin membeli buku apalagi dari penulis kelas kampung. Itu romantikanya saya merambah dunia kepenulisan secara otodidak. Hari ini bapak Ukim berbagi pengalaman, saya ingin bertanya, bagaimana bapak membangkitkan minat baca lingkungan sekitar bapak? Roni Bani _Kab Kupang.

Pak Roni Bani, yang pekerja keras.
Saya merasa malu membaca pengalaman Bapak yang luar biasa. Saya tidak punya kesulitan yang berate dibanding pengalaman bapak yang berbelit untuk menghasilkan karya. Saya yakin harus ada terobosan baru dalam pemasaran buku Bapak karena jika mengandalkan sebatas teman-teman sekitar, buku itu hanya menjadi “kuntum”. Dia tidak “mekar” apalagi “berbuah” banyak.

Bapak yang ulet, berusahalah  bicara dengan penerbit lain yang mungkin bisa menerbitkan di wilayah yang lebih besar kemungkinan pembacanya. Semoga Bapak beruntung.

Sri sulastri dari SMKN 2 Bojonegoro, jatim. Kenapa editor ada yang tidak mengedit naskah buku?

Ya, Bu Sulastri. Mungkin ada editor yang tidak kompeten. Kita jadi repot karena begitu dami sampai di kita, kita jadi sibuk membetulkan yang menurut kita salah. Celakanya, pengalaman saya itu tanda-tanda penerbit tak berkualitas.

Assalamu'alaikum. Saya Uri dari Majalengka Jawa Barat, ingin menanyakan kepada Bapak, "Apakah setiap buku yang kita ajukan untuk diterbitkan selalu diawali dengan inteview terlebih dahulu?" Terima kasih.

Interview itu tanda-tanda naskah kita dilirik. Berbahagialah Ibu karena diduga naskah ibu diperhitungkan. Jangan meniru gaya saya yang awam. Untung masih rezeki meski kemudian saya baru menanggapi, saya masih diperhatikan penerbit. Kadang-kadang, naskah kita diterlantarkan oleh mereka tanpa kabar.

Assalamualaikum. Saya Ika Siswati dari Tangerang. Mau bertanya kepada bapak Ukin mengenai sistem kerja sama yang saya baca di power point, di situ dituliskan bahwa sistem kerja sama itu ada royalti dan pembelian naskah. Boleh dijelaskan mengenai pembelian naskah pak? Terima kasih.

Ibu Ika, ada dua sistem kerjasama. Pertama, naskah dibiayai hingga terbit dengan nama penulis sebagai pencipta buku dipertahankan. Sebagai gantinya, pihak penerbit menawarkan royalty sebagai pengahasilan penulis dengan rentang 10% s.d. 12%). Artinya, penghasilan atau keuntungan sisanya milik penerbit.

Kedua, naskah dibeli oleh penerbit. Anda sebagai penulis tak lagi berhak mencantumkan nama karena hak naskah sudah anda jual. Biasanya harga naskah tinggi hingga ratusan juta rupiah.

Saya Rachmi dari Banyuwangi. Jujur saya gagap menulis artinya masih harus belajar banyak hal spt sekarang mengikuti belajar menulis, saya punya keinginan awal bisa menulis di buletin, apakah ada syarat2 khususnya? Terima kasih pak Ukim.

Ya, Ibu Rachmi. Tanyakan kepada pengasuhnya atau contek naskah bulletin yang telah ada. Umpamanya, yang saya tahu. Naskah paling banyak 4 halaman HVS ukuran A4 diketik spasi ganda  dengan margin standar. Biasanya seperti itu. Baik juga jika Ibu bertanya kepada pengasuhnya.

Assalamu'alaikum, Saya Suminar. Dari Tangerang. Mohon maaf kepo, untuk memotivasi diri saya, sejak kapan bapak mencurahkan ekspresi diri dalam tulisan sehingga menjadikan menulis adalah kebutuhan. Dan di media apa saja bapak mengawali menulis. Terima kasih.

Sdr. Suminar,
Saya mulai menulis sejak mahasiswa tahun terakhir. Saya mulai berkarir sebagai jasa pengetik naskah teman yang kebetuan sudah mapan dalam menulis. Sebenarnya, saya mencuri cara berpikir dan berproses dia sejak awal. Dan saya berhasil.

Terimakasih. Saya Naharuddin NTB. Terkait dengan karya tercetak jadi buku yang kemudian menjadi buku judulnya "Menghimpun Yang Berserak", sepertinya saya punya karya berserak berupa artikel koran, apakah ada peluang dibukukan? Tulisannya tidak boom pak.

Bapak Naharuddin yang baik,
Wah itu hebat, Pak. Sejumlah artikel itu Bapak kumpulkan berdasarkan tema. Kemudian bapak lengkapi sesuai dengan isu kekinian sehingga naskah itu pas dengan situasi kini. Tolong Pak jangan disia-siakan. Sepertinya untuk menjadikannya sebagai buku, Bapak sudah setengah jalan tuh.

PENUTUP:

Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.






SELAMAT MENULIS.



Semoga membawa manfaat
Share:

3 komentar:

  1. banyak pelajaran penting dalam menulis yg kita dapatkan hari ini

    BalasHapus
  2. mari kita belajar dari pak ukim

    BalasHapus
  3. Wow, lengkap banget dan banyak ilmu yg didapat, .

    BalasHapus

Promo Buku

Promo Buku
Bisa pesan langsung ke Penerbit ANDI Offset atau lewat Penulis (Klik Gambar).

Personal Contact Information

E-mail: romapatandean@gmail.com
HP: 081355632823

About Me

Foto saya
Be proud of the imperfection. It is the true guide to the ultimate welfare of the soul.

YouTube Roma Patandean

Blog Archive

Followers

Visitors

Free counters!

Update COVID-19 di Indonesia