Menulis adalah aktifitas
yang memang tiada habisnya memberikan tantangan bagi siapapun yang bertindak
sebagai penulis. Menulis novel, cerpen, bunga rampai, buku pelajaran, buku
motivasi, karya tulis ilmiah, artikel, opini, dsbnya. Opini adalah salah satu
jenis buah pikiran yang selalu menghiasi salah satu halaman pada media cetak
majalah, buletin dan surat kabar. Selain itu, opini juga selalu ambil bagian
dalam media-media online. Di sini bisa dikatakan bahwa tulisan opini merupakan
tulisan berkelas dan bahkan menginspirasi pembacanya.
Asep Sapa’at, berbagi
pengalaman dengan para pembacanya menulis Opini dan Hikmah di harian Republika.
Sebelum mendalami kiat dan pengalamannya, berikut ini profil singkat beliau.
Asep Sapa’at, pendidik
dengan motto “Tubuh sehat, jiwa kuat, cita-cita ingin jadi orang bermanfaat”, dilahirkan
di Garut, 23 Mei 1983. Riwayat pendidikannya yaitu, TK
Pertiwi – Garut, SDN Sukamaju 1 Garut, Jawa Barat, MTsN 1 Garut, Jawa Barat, SMAN
1 Garut, Jawa Barat, kemudian melanjutkan pendidikan S1 di F-MIPA, Universitas
Pendidikan Indonesia (2001-2005), dan Program Pendidikan Matematika,
Universitas Terbuka (2018 - ....). Saat ini beliau menetap di Jampang Pintu Air
No. 42 Ds. Jampang Kec. Keman Kab. Bogor JABAR 16310.
Pemilik
nomor HP: 085723909013 dan e-mail: syifa.wardha@gmail.com
ini, memiliki pengalaman yang solid dalam manajemen pendidikan, pengembangan
sumber daya manusia, pengajaran dan pembelajaran, studi pelajaran, pengembangan
profesional guru, penulisan reflektif, kepemimpinan guru, pembangunan karakter,
dan komunikasi media baik di Indonesia dan luar negeri. Ia adalah Pendiri
Sekolah Guru Indonesia dan masih terlibat secara intensif dalam program
pengembangan profesional guru. Sebelumnya bekerja sebagai konsultan pendidikan,
saat ini juga bekerja sebagai konsultan untuk serangkaian program pengembangan
kompetensi pendidikan dan proyek-proyek lain yang berfokus pada pengembangan
kapasitas internal, di bawah payung berbagai lembaga negara dan swasta. Ia terkonsentrasi
dalam pengembangan pendidikan dan profesional guru, berpengalaman dalam
penggunaan Internet dan perangkat lunak perkantoran, memiliki keterampilan
komunikasi yang telah terbukti, baik berbicara maupun menulis. Ia juga handal
dalam merancang kurikulum pendidikan.
Sejumlah
karir profesionalnya begitu luar biasa, diantaranya: Trainer of Education, Lembaga Pengembangan Insani, Dompet Dhuafa
(2006 – 2012); Curriculum Development
Specialist, Universitas Bina Nusantara (2008); Manager of Makmal Pendidikan, Dompet Dhuafa (2008-2012); Director of Sekolah Guru Indonesia,
Dompet Dhuafa (2012-2014); Researcher in
Research and Development of Klinik Pendidikan MIPA (2017-2019); Consultant for Teacher Professional
Development Program in Various School Indonesia; Master Teacher in Sekolah Guru Indonesia (2012-Now); Ghost writer and Independent writer; Lecturer in Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Daarul Fattah (September 2019 - ...)
Walaupun
bertindak sebagai pendidik muda, beliau memiliki sejumlah pengalaman
internasional, seperti: Speaker of Parallel Session on 2nd East Asia
International Conference on Teacher Education Research The Hongkong Institute
of Education (2010); Speaker of Parallel Session on 16th International
Conference Education Universiti Brunei Darussalam (23-26 Mei 2011) dan Hot Seat Speaker Online Learning Community
for Teacher Professional Development (OLC4TPD) Edith Cowan University,
Perth Australia (2009)
Ide-ide
cemerlangnya telah tertuang dalam beberapa buku, diantaranya: Sop Menjadi Guru Jika Tidak.... (Penerbit,
Tangga Pustaka); Setia Mengabdi Meski Kelas Beratapkan Langit (Penerbit, Dompet
Dhuafa), Peluh Penawar Rindumu Indonesia (Penerbit, Dompet Dhuafa); Beta Guru
Sudah (Penerbit, Dompet Dhuafa); Guru 12 Purnama (Penerbit, Dompet Dhuafa); dan Murid Pasif Pangkal Guru Kreatif (Penerbit,
Dompet Dhuafa).
Di
samping mengajar, ia juga meluangkan untuk menulis tulisan populer, seperti ratusan
artikel yang diterbitkan di media massa lokal dan nasional (Republika,
Republika Online, Majalah Panduan Guru, Lampung Post, Harian Singgalang,
Majalah 1000 Guru, Berita Satu Online, Tribun Sumsel, Radar Bogor, Jurnal
Pendidikan DD) dan menjadi kontributor artikel untuk Majalah Suprarational.
Sebuah
penghargaan internasional pernah diraihnya, yaitu Top of Contributor Online Learning Community for Teacher Professional
Development (OLC4TPD) Edith Cowan University, Perth Australia pada tahun
2009.
Dalam
pandangan Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd - Guru Besar Universitas Negeri Jakarta,
Ketua Umum Pengurus PB PGRI, Asep Sapa’at adalah sedikit pendidik muda yang
berani memilih jalan sebagai pendidik di luar kelas, di luar mainstream guru pada umumnya. Dengan
ketajaman dan keruntutan cara pikirnya, pemahamannya yang detail terhadap
proses pendidikan, kecintaannya yang dalam terhadap kemajuan pendidikan,
terutama para guru, membuat ide-idenya mengalir dalam tulisan-tulisan yang
mencerahkan dan membangkitkan motivasi. Asep adalah sosok humanis yang rendah
hati, dicintai, dan kehadirannya selalu dinanti dalam tulisan maupun dalam
interaksi langsung.
Nah, pada kesempatan yang baik
ini, dengan semangat untuk saling belajar, Asep Sapa’at berbagi pengalaman
menulis di rubrik opini dan hikmah Republika.
Pertama, ia mengawali dengan penjelasan tentang mengikat
makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan oleh almarhum Hernowo. Segala hal
yang berkaitan dengan aktivitas menulis sebagai cara untuk memaknai hal-hal
yang bisa kita lihat, dengar, rasakan, renungi.
Setiap orang memiliki
hambatan menulis yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan kesulitan
mengalirkan gagasan, ada juga karena faktor mood,
ada pula yang disebabkan karena faktor penguasaan bahasa serta keterampilan
menulis. Namun hakikatnya, setiap diri kita bisa menulis jika konsisten mau
belajar. Hal yang paling mudah ditulis adalah sesuatu yang dekat dengan diri
kita.
Sebelum ia dapat
mempublikasikan tulisan di media masa, terlebih dahulu ia belajar menulis di
buku harian. Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun
kepercayaan diri untuk menuangkan gagasan.
Berdasarkan kajian salah
satu guru menulis beliau, yakni Bambang Trim, sifat tulisan terbagi ke
dalam 4 sifat, yaitu:
- Pribadi tertutup, yakni tulisan bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
- Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi, terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah dibuat sesuka hati.
- Publik terbatas, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas, misalnya lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling kenal.
- Publik terbuka, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapa pun yang berminat.
Sifat menentukan untuk
siapa tulisan kita ditujukan. Pada sifat pertama kita menulis, tetapi hanya kita sendiri yang
membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk publik
sehingga kita perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran.
Opini merupakan jenis
tulisan nonfiksi, ranah jurnalistik, dan sifat tulisannya publik terbuka. Sebelum
bicara lebih teknis untuk membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan agar tulisan kita memiliki roh atau jiwanya. Menurut Fauzil Adhim,
ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa, yakni:
- visi hidup (cita-cita dan harapan),
- melibatkan emosi saat menulis,
- luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan),
- berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah dialami,
- menggunakan nalar atau logika yang tepat, dan
- tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis.
Menurut Bambang
Trimansyah, ada 5 proses menulis, yaitu:
- Menggagas artinya berpikir dan merencanakan (mengumpulkan bahan referensi, menentukan pembaca sasaran, dan mengembangkan ide menjadi kerangka)
- Menyusun draf (menulis bebas; memasukkan bahan yang relevan dengan pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki; memasukkan data dan fakta; dan mengembangkan gaya penulisan yang tepat sesuai pembaca sasaran)
- Merevisi, artinya mengubah atau memperbagus tulisan. Saat itu kita diberi kesempatan menambahi, mengurangi, atau bahkan mengganti ide tulisan. Kita juga dapat berbagi draf kepada orang lain untuk mendapatkan masukan ataupun komentar.
- Menyunting artinya memastikan tidak ada kesalahan. Memperbaiki tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan elementer.
- Menerbitkan artinya menentukan publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat. Kita dapat memilih media daring atau media cetak.
Selanjutnya, di luar
teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin
menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak
dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis.
Menurut pak Asep, jauh
sebelum tulisannya dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun
2007 ia konsisten menulis di Republika Online. Di sana faktor nonteknis
terbangun, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media massa. Ia
mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan
lebih baik dan potensial dimuat di media cetak.
Beberapa tulisannya yang dimuat di
rubrik opini dan hikmah Republika, antara lain:
Dalam menulis kita perlu menyiasati
waktu menulis dan tema agar sesuai dengan waktu dan momen yang tepat. Prinsip umumnya
adalah kita harus sensitif dengan momentum yang akan terjadi, misalnya, 6 hari
lagi merupakan momen Hari Kebangkitan Nasional. Nah, dari sekarang kita sudah
mulai menyiapkan bahan belanja gagasan, tentukan ide yang akan ditulis, dan
tuliskan dan kirimkan tulisannya paling lambat sehari sebelum tanggal 20 Mei.
Kemudian, syarat paling utama
tulisan opini atau artikel bisa layak cetak di media adalah ide orisinal dan
menarik, data dan fakta yang disajikan sahih, tata bahasa baik, dan sesuai
dengan kriteria dari redaktur media cetak.
Menyiasati ketidakpercayaan
diri atas tulisan yang sudah kita tulis juga penting lewat cara mencoba
konsisten menulis dulu di buku harian atau personal blog yang bersifat pribadi.
Nanti jika sudah mulai percaya diri, publikasikan tulisan kita. Jangan takut
mendapat kritikan dan masukan dari pembaca terhadap tulisan kita. Karena justru
hal tersebut bisa menjadi cermin untuk kita terus meningkatkan kualitas
tulisan.
Mengasah emosi dalam tulisan
sehingga tulisan kita bisa berkualitas bisa dilakukan dengan cara menuliskan
sesuatu yang benar-benar pernah dialami oleh diri sendiri. Misalnya, pak Asep pernah
membuat tulisan di rubrik Hikmah Republika saat istrinya wafat. Ia susah
memulai kata pertama dan menutup kata terakhir karena ia ada rasa yang hadir
menemani saat membuat tulisan.
Agar tulisan tidak ditolak
media massa, maka ide tulisan harus orisinal, aktual dengan situasi kekinian di
masyarakat, tata bahasa baik, data dan fakta penunjang gagasan lengkap dan
sahih. Tulisan yang pasti ditolak media adalah yang tidak mengikuti kaidah yang
sudah ditetapkan media. Misalnya, kita menulis sesuatu yang bersifat SARA,
gagasan terlalu umum, batas maksimal karakter tak diindahkan oleh kita.
Setiap media cetak punya
kebijakan sendiri terkait standar tulisan yang akan mereka terima. Misalnya,
tulisan Hikmah Republika tak ada di media cetak lain. Rubrik Hikmah khas punya
Republika. Jadi, kita harus pelajari secara cermat rubrik-rubrik yang ada di
setiap media cetak agar kita bisa tepat memilih media mana untuk menerbitkam
tulisan kita.
Jika mengalami kesulitan
menulis non fiksi, bisa mulai mempelajari tulisan-tulisan opini yang dimuat di
media, lalu coba buat tulisan bergenre nonfiksi. Sehingga nantinya terbisa. Hal
paling penting dalam tulisan opini (nonfiksi) adalah tata bahasa baku dan
pemilihan diksi yang bermakna lugas.
Dalam menentukan judul
untuk ide tulisan, ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan saat menulis.
Ada yang langsung menetapkan judul, lalu membuat tulisan. Tetapi ada juga yang
sebaliknya, buat tulisan dulu untuk menguraikan idenya, judul bagian terakhir. Boleh
menulis dulu, nanti judul diputuskan terakhir. Boleh minta pendapat ke guru
menulis atau rekan sejawat terkait pilihan judul dari tulisan yang sudah dibuat.
Hambatan paling mendasar dalam
menulis adalah kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau
diungkapkan belum jelas. Persoalan lainnya, kita kekurangan bahan untuk
menunjang penyelesaian tulisan kita. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat
menulis, kita menempatkan diri dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga
editor. Saat menulis, lalu diedit, kita berhenti. Balik lagi ke awal. Terus
terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita lewat tulisan tak selesai-selesai.
Terkait artikel-artikel
yang telah dibuat dan dimuat di media masa, makalah yang dimuat dan
dipresentasikan di seminar nasional atau internasional, dan makalah yang dimuat
di jurnal terakreditasi nasional, bisa menyumbangkan angka kredit yang
bermanfaat untuk kenaikan pangkat. Sesuai pengalaman pak Asep, ia punya dosen
pembimbing yang sangat produktif berkarya tulis, sekali menulis 2 judul makalah
untuk satu event seminar nasional. Semua karya tulis didokumentasikan dengan
baik. Belajar dari kiprah dosen pembimbingnya, di mana naik pangkatnya cepat
sekali. Kata kuncinya, konsisten menulis karya tulis, yang nantinya diterbitkan
dan dapat diberikan angka kredit dalam penyusunan DUPAK untuk kenaikan pangkat.
Menulis dan mendapatkan bonus naik pangkat.
Jadi, dalam menulis kita perlu:
- Menulis konsisten agar terbiasa. Ala bisa karena biasa.
- Konsultasikan hasil tulisan dengan orang-orang di sekitar kita untuk memperoleh masukan dan koreksi.
- Menghapus rasa putus asa mengirim tulisan ke media.
- Perhatikan kaidah-kaidah tulisan yang ditetapkan oleh tiap media.
#pong_owen
Keren pool
BalasHapusHambatan paling mendasar dalam menulis adalah kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau diungkapkan belum jelas. Persoalan lainnya, kita kekurangan bahan untuk menunjang penyelesaian tulisan kita. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat menulis, kita menempatkan diri dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga editor. Saat menulis, lalu diedit, kita berhenti. Balik lagi ke awal. Terus terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita lewat tulisan tak selesai-selesai.
BalasHapusmantul
BalasHapus