Pendekatan coaching dapat berlangsung dalam percakapan online dengan siswa. |
Minggu ke-16 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 4
Kabupaten Tana Toraja ditutup dengan perpisahan siswa kelas 12 di UPT SMAN 5
Tana Toraja. Saya tidak sempat mengikuti acara ini karena pada waktu yang sama
saya mengikuti acara pemakaman salah satu keluarga di kampung. Saya memilih
untuk ikut kegiatan kedukaan oleh karena menurut saya pendidikan tidak semata
kehadiran di sekolah melainkan juga terkait dengan kompetensi sosial di
lingkungan masyarakat.
Kehadiran pendekatan coaching dalam pembelajaran membuat saya secara tidak langsung telah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah saya, SMAN 5 Tana Toraja, minggu ini tidak ada pembelajaran tatap muka di kelas. Selain penyelesaian Ujian Sekolah bagi siswa kelas 12 secara tatap muka di kelas pada hari Jumat kemarin, pembelajaran dilakukan secara online bagi kelas 10 dan kelas 11.
Saya masih ingat, pada jam pelajaran Bahasa dan Sastra Inggris di kelas 10, saya mengawalinya dengan membuka percakapan di grup WhatsApp. Percakapan saya buka seperti ini : Untuk sastra Inggris pagi ini....mau belajar live zoom, video YouTube atau lewat Google Classroom?
Tak berselang lama, respon siswa pun hadir.
“Google classroom kalau saya pak, soalnya kuota
saya tinggal beberapa MB pak.”
“Google classroom pak, soalnya dataku tinggal sedikit.”
“Google classroom.”
“Google classroom, pak.”
Intinya, sebagian besar memilih Google Classroom dengan latar belakang permasalahan yang identik, yakni terbatasnya kuota data internet.
Saya merasa bahwa percakapan saya dengan siswa, sebenarnya telah mewakili sedikit tentang pendekatan coaching model TIRTA. Walaupun, tidak semua tahapan TIRTA ini terealisasi di percakapan kami. Namun, sedikitnya, sejumlah kalimat yang saya ajukan telah mendorong siswa untuk menyampaikan keadaan mereka saat itu.
Lalu ada pula siswa yang menyampaikan begini.
“Mohon maaf pak, saya tidak ada di Classroom.”
Saya kemudian bertanya, “Apa kendalanya sehingga tidak ada di classroom?”
Siswa membalas, “Saya lupa password email saya pak, bisakah saya diundang kembali ke kelas dengan mengirimkan kode kelas?”
Sampai di sini, saya teringat kembali jika siswa
tersebut sebenarnya telah menyelesaikan kendalanya belajar dengan solusi dari
dirinya sendiri. Dan ini saya percaya bagian dari coaching.
Pada akhirnya saya berpendapat bahwa coaching bisa diterapkan setiap saat tanpa harus mengikuti uraian tahapan TIRTA. Percakapan dengan siswa bisa terintegrasi model ini di dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar